Beberapa tahun lalu tepatnya pada hari
Sabtu tanggal 26 Juli 2008, dipagi hari sekitar pukul 7:30 pagi,
beberapa warga di desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, Jawa Tengah
sedang membuat tambak garam. Mereka menggali dengan cara memacul tanah
di daerah pesisir tersebut.
Lokasi berada sekitar 400 meter dari
pantai yang sekarang, yang mungkin dahulunya wilayah situs ini masih
merupakan pinggir pantai. Lalu, secara tidak sengaja mereka, para
penggali tambak garam tersebut menemukan bangkai perahu kuno yang
kemudian wilayah situs itu dikenal dengan nama Situs Kapal Punjulharjo
Dari
hasil identifikasi, jenis kapal berasal dari sekitar abad ke 7 dan 8
setara dengan pembangunan Candi Borobudur. Ini adalah penemuan kapal
kayu yang paling komplit dan bisa jadi yang tertua di Indonesia!
Dan penemuan tersebut terlengkap di Asia
Tenggara karena kondisi kapal tersebut pada lambung bawahnya masih utuh,
dibanding temuan di sejumlah wilayah lain seperti di Sumatera dan juga
di
negara lain seperti di Malaysia dan Filipina.
Perahu Punjulharjo memberi pengetahuan bagaimana teknologi itu digunakan, mulai dari papan-papan yang dilengkapi dengan tambuku yaitu tonjolan pada bagian dalam dengan lubang-lubang untuk mengikat berbentuk kotak.
Juga ditemukan materi lain pembentuk
perahu seperti gading-gading gajah yang membuat bentuk melengkung
dibagian lunas perahu, ikatan antara papan dengan gading pada tambuku,
bagian haluan, bagian buritan, lunas, dan ditempat lainnya.
Bersamaan dengan perahu kuno tersebut,
didalamya juga ditemukan pula kapak, tulang, tongkat ukir, tutup wakul
dari kayu, pecahan mangkuk dan tembikar lainnya, juga tempurung kelapa
serta kepala patung dari batu.
Dengan keberadaan tersebut sudah pasti
Situs Kapal Punjulharjo merupakan aset Nasional, bukan hanya daerah, dan
merupakan benda cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Seperti yang dikatakan oleh peneliti dari
Perancis yang ikut meneliti, Prof. Pierre Y Manguin, bahwa Situs Kapal
Punjulharjo sangat spektakuler, terutuh yang pernah ada.
Perahu tersebut juga bukan karena karam
atau tenggelam, melainkan ditinggalkan oleh pemiliknya begitu saja.
“Mungkin karena sudah tua pada waktu itu”, jelas Manguin.
“Oleh karenanya, bangkai perahu tersebut
tidak mudah hancur karena rendaman air laut seperti pada situs
perahu-perahu kuno ditempat lain”, tambahnya.
Sepakat dengan Manguin adalah Siswanto,
Kepala Balai Yogyakarta. Siswanto menambahkan, hasil uji sampel itu juga
mengukuhkan perahu itu sebagai situs arkeologi kelautan tertua dan
terutuh yang pernah ditemukan di Indonesia.
Pasalnya, situs perahu sebelumnya hanya
tinggal beberapa papan dan tidak berbentuk perahu utuh seperti di
Punjulharjo, Rembang ini. Pada tahun 2009 lalu, para peneliti kembali
melakukan penelitian lanjutan disitus tersebut.
SITUS KAPAL REMBANG LEBIH TUA DARI BOROBUDUR
Lokasi temuan perahu kuno di desa Punjulharjo yang kemudian dinamakan Situs Punjulharjo sejak tanggal 17-25 Juni 2011 lalu, untuk kesekian kalinya telah diteliti kembali oleh tim dari Balai Arkeologi Jogyakarta yang masih melibatkan seorang arkeolog dari Perancis tersebut.
Lokasi temuan perahu kuno di desa Punjulharjo yang kemudian dinamakan Situs Punjulharjo sejak tanggal 17-25 Juni 2011 lalu, untuk kesekian kalinya telah diteliti kembali oleh tim dari Balai Arkeologi Jogyakarta yang masih melibatkan seorang arkeolog dari Perancis tersebut.
Penilitian difokuskan pada desain dan teknologi yang digunakan untuk membuat perahu, guna menentukan dari mana asal perahu.
Ketua Tim Peneliti Novida Abas ditemui di sela-sela kegiatan menjelaskan perahu situs Punjulharjo termasuk kuno. Dari hasil carbon dating diketahui berasal dari abad ke-7 atau 1.300 tahun yang lalu.
“Penelitian lebih fokus seputar desain
grafis perahu sedetail-detailnya untuk selanjutnya akan dilakukan
rekontruksi bentuk aslinya,”ujar Novida.
Sementara itu arkeolog Perancis Pierre
Manguin saat ditemui menjelaskan perahu yang ditemukan identik dengan
temuan perahu lain di wilayah Asia Timur dan Tenggara sehingga dinamakan
Perahu Nusantara.
Situs Punjulharjo menurutnya spektakuler
seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena perahu yang ditemukan
masih cukup utuh sehingga membantu tim peneliti mengungkap daerah asal
dan tujuan perahu berlayar.
“Seperti yang kami teliti beberapa temuan
sebelumnya, biasanya perahu tenggelam dan menyiskan potongan papan
saja. Situs Punjilharjo spektakuler karena masih utuh,” ungkapnya.
Novida sendiri menambahkan, tim peneliti
yang dipimpinnya hanya melakukan uji konstruksi dan usia perahu.
Sedangkan pengangkatan dan rekonstruksi akan dilakukan tim lain yang
kompeten di bidangnya.
Kepala Balar Yogyakarta, Siswanto saat
dihubungi terpisah menjelaskan perahu kuno berusia jauh lebih tua
dibandingkan Candi Borobudur yang dibangun pada sekitar abad ke-9
Masehi.
Beberapa bulan lalu, sampel kayu perahu yang dikirim ke Amerika untuk diteliti melalui teknologi carbon dating telah keluar. Hasilnya laboratorium menyatakan positif sampel itu berasal dari abad ke 7 Masehi atau sekitar era Mataram Hindu.
Siswanto menambahkan, hasil uji sampel
itu juga mengukuhkan perahu itu sebagai situs arkeologi kelautan tertua
dan terutuh yang pernah ditemukan di Indonesia.
PATUNG ETNIS CINA DAN TONGKAT KOMANDO
Penemuan kapal di Punjulharjo memiliki nilai lebih setelah ditemukannya benda-benda lain yang ada di dalam kapal kuno tersebut.
Penemuan kapal di Punjulharjo memiliki nilai lebih setelah ditemukannya benda-benda lain yang ada di dalam kapal kuno tersebut.
Benda-benda itu adalah sebuah tongkat
yang masih baik, kepala patung batu bercorak perempuan, berbagai macam
pecahan keramik dan tulang pinggul, serta tulang-tulang lain yang sudah
hancur dan dikuburkan kembali di lokasi.
Untuk kepala patung, Lurah Punjulharjo menyebutkan bercorak etnis China. Sedangkan tongkatnya semacam tongkat komando.
Dilihat dari benda-benda yang tidak biasa
itu, dimungkinkan pemilik dari benda-benda tersebut bukanlah orang
biasa, tapi semacam prajurit.
Demi keamanan agar benda-benda temuan itu
tidak hilang, maka secepatnya Kades Punjulharjo menyerahkan temuan
warga tersebut kepada Pemda Rembang, untuk dijadikan bukti pertama akan
kebenaran penemuan situs tersebut.
SITUS KAPAL PUNJULHARJO, SATU-SATUNYA BUKTI INDONESIA NEGARA MARITIM
Penemuan kapal yang diperkirakan peninggalan abad 7-8 masehi
menurut Prof. PY Manguin seorang ahli kapal dunia dari Perancis
merupakan satu-satunya bukti sejarah yang ada bahwa Indonesia adalah
Negara Maritim.
Menurut Siswanto salah seorang peneliti,
penelitian hingga tanggal 25 Juni 2009, diharapkan bisa merekonstruksi
ulang teknik pembuatan perahu Situs Kapal Punjulharjo yang sambungan
antar kayunya hanya direkatkan dengan tali ijuk.
Bisa dikatakan bahwa komponen dan
konstruksi pada bagian dalam kapal berteknologi rumit. Dan teknologinya
berciri khas Asia Tenggara namun tampak nyaris sempurna di situs ini.
Perahu ini adalah perahu berciri-khas
Nusantara dan dari besarnya, perahu ini berbobot sekitar 60 ton serta
dapat diawaki oleh 12-24 orang awak kapal.
Perahu ini terdiri dari beberapa komponen
kayu yang terdiri dari kayu papan untuk dinding dan lunas perahu,
pasak, lalu lengkung kapal menggunakan gading gajah, tambuku, tali ijuk dan stringer.
Uji laboratorium menunjukkan sample
jenis kayu yang digunakan untuk membuat perahu kuno ini juga ada
beberapa macam, diantaranya kayu Nyatok berupa papan untuk lambung
perahu, kayu Putih untuk pasak, dan kayu Kuling untuk stringer.
Kayu-kayu tersebut banyak berada di wilayah Asia Tenggara khususnya di pulau Sumatera dan di pulau Kalimantan.
KAPAL AKAN DIAWETKAN
Kapal kuno di situs Desa Punjulharjo, Kecamatan Kota Rembang, Kabupaten
Rembang, Jawa Tengah, akan segera direndam dengan cairan kimia jenis
polietilen glikol (PEG) untuk mengawetkan.
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia
Kabupaten Rembang Edi Winarno mengatakan perendaman situs produk abad
ke-7 Masehi tersebut dilakukan dengan cairan kimia jenis PEG 40. Waktu
yang diubutuhkan untuk itu selama satu hingga dua tahun.
“Kapal kuno tersebut akan ditempatkan
dalam ‘cangkang’ (sejenis bejana besar) dan direndam dalam 72.000 liter
cairan PEG 40. Perendaman ini untuk mengeluarkan kadar air dari dalam
kayu kapal,” katanya.
Dia menyebutkan cairan PEG 40 sebanyak
72.000 liter tersebut senilai Rp. 2,3 miliar. Setelah perendaman pertama
selesai dilakukan, maka kapal akan diangkat dan direndam kembali dalam
cairan kimia jenis polietilen glikol (PEG) 4000.
“Kali ini, perendaman dimaksudkan untuk
mengisi pori-pori dalam kayu kapal kuno tersebut. Waktu perendaman sama,
yakni antara satu hingga dua tahun,” kata dia.
Perendaman kapal kuno dengan cairan
kimia, kata Edi, merupakan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Benda
Cagar Budaya Bawah Air dan Peninggalan Kolonial Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata, Balai Konservasi Borobudur Magelang, Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, dan Balai Arkeologi Yogyakarta untuk
mengawetkan situs kapal kuno tersebut.
“Baik pada perendaman pertama dan kedua,
cairan PEG yang diperlukan masing-masing sebanyak 72.000 liter atau
senilai dua kali Rp2,3 miliar,” kata dia.
Menurut Edi, berdasarkan kajian
Direktorat Jenderal Benda Cagar Budaya Bawah Air dan Peninggalan
Kolonial Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, pengawetan kapal kuno
menggunakan cairan kimia jenis PEG lebih efektif dibandingkan
menggunakan cara lain.
“Pengawetan
dengan cairan kimia jenis PEG cukup dengan dua kali perendaman itu.
Sementara, pengawetan dengan penyemprotan alkohol atau perlakuan
temperatur dinilai terlalu mahal.”
“Penyemprotan dengan alkohol misalnya, harus dilakukan secara terus menerus atau secara reguler sepanjang masa,” kata dia.
Ia mengatakan, karena pengawetan kapal
kuno memerlukan waktu hingga empat tahun, maka pembangunan museum bahari
terpadu di kawasan situs kapal kuno Punjulharjo baru akan bisa
diselesaikan paling cepat 2017.
“Kami berharap, selama masa perendaman
dan pembangunan museum, para arkeolog dan antropolog bisa mendampingi
pelaksana pembangunan. Ini penting untuk memastikan tidak ada
penyimpangan dalam pembangunan museum tersebut,” katanya.
Dia mengungkapkan, pengawetan (perendaman kapal kuno dengan cairan kimia jenis PEG) akan dilakukan pada awal 2012.
“Karena itu, saat ini, kami masih fokus
menjaga kelembaban situs kapal kuno dengan merendamnya dalam air dan
menutupnya dengan kain. Ini untuk melindungi sementara situs dari
kerusakan. Sebab, jika kering, situs kapal akan mudah rusak,” kata dia.
Dia menambahkan, sembari pengawetan
dilakukan, Pemerintah direncakan mulai membangun museum bahari terpadu
berskala nasional itu pada akhir 2012. (antara)
PERAHU JANGAN DIPINDAH
Balai Arkeologi Yogyakarta juga meminta agar perahu kuno yang ditemukan
di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah,
tidak dipindahkan. Pemindahan perahu itu dapat menghilangkan nilai
historis perahu dan lokasi temuan.
Hal itu dikemukakan Kepala Balai
Arkeologi (Balar) Yogyakarta Siswanto ketika berkunjung di situs
Patiayam, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Februari 2012.
Menurut Siswanto, berdasarkan hasil uji
sejumlah sampel perahu, kayu dan tali ijuk, di Amerika Serikat, perahu
Punjulharjo berasal dari abad VII. Lokasi temuan berada di tambak yang
dahulu diduga pantai.
“Perahu itu termasuk benda cagar budaya
bergerak. Namun kami merekomendasikan jangan sampai perahu itu dipindah
untuk mempertahankan kesejarahannya,” kata dia.
menambahkan, Balar mengusulkan agar
perahu diawetkan di lokasi. Setelah itu, posisi perahu bisa ditata di
dalam air atau diangkat ke permukaan air dengan syarat tidak boleh jauh
dari lokasi temuan.
Perahu kuno itu ditemukan sejumlah warga
Desa Punjulharjo akhir Agustus 2008. Perahu kuno yang kurang lebih masih
utuh sekitar 70 persen itu memiliki panjang sekitar 17 meter dan lebar
lima meter.
Di dalam perahu itu ditemukan kepala arca
wanita berparas etnis Tionghoa yang terbuat dari batu, patahan tongkat
kayu sepanjang sekitar 40 sentimeter, tulang manusia, dan sejumlah
peralatan dapur. Saat ini, benda-benda itu diamankan Pemkab Rembang. (Kompas)