Kamis, 17 Juli 2014

Posted by Rizmaya Ulimaz on 19.50 with No comments


Beberapa tahun lalu tepatnya pada hari Sabtu tanggal 26 Juli 2008, dipagi hari sekitar pukul 7:30 pagi, beberapa warga di desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, Jawa Tengah sedang membuat tambak garam. Mereka menggali dengan cara memacul tanah di daerah pesisir tersebut.
Lokasi berada sekitar 400 meter dari pantai yang sekarang, yang mungkin dahulunya wilayah situs ini masih merupakan pinggir pantai. Lalu, secara tidak sengaja mereka, para penggali tambak garam tersebut menemukan bangkai perahu kuno yang kemudian wilayah situs itu dikenal dengan nama Situs Kapal Punjulharjo 


 

Dari hasil identifikasi, jenis kapal berasal dari sekitar abad ke 7 dan 8 setara dengan pembangunan Candi Borobudur. Ini adalah penemuan kapal kayu yang paling komplit dan bisa jadi yang tertua di Indonesia!
Dan penemuan tersebut terlengkap di Asia Tenggara karena kondisi kapal tersebut pada lambung bawahnya masih utuh, dibanding temuan di sejumlah wilayah lain seperti di Sumatera dan juga di 
negara lain seperti di Malaysia dan Filipina.
Lokasi situs Perahu Kuno Punjulharjo.(sources: arkeologijawa)
Perahu Punjulharjo memberi pengetahuan bagaimana teknologi itu digunakan, mulai dari papan-papan yang dilengkapi dengan tambuku yaitu tonjolan pada bagian dalam dengan lubang-lubang untuk mengikat berbentuk kotak.
Juga ditemukan materi lain pembentuk perahu seperti gading-gading gajah yang membuat bentuk melengkung dibagian lunas perahu, ikatan antara papan dengan gading pada tambuku, bagian haluan, bagian buritan, lunas, dan ditempat lainnya.
Bersamaan dengan perahu kuno tersebut, didalamya juga ditemukan pula kapak, tulang, tongkat ukir, tutup wakul dari kayu, pecahan mangkuk dan tembikar lainnya, juga tempurung kelapa serta kepala patung dari batu.
Picture courtesy: arkeologijawa
Dengan keberadaan tersebut sudah pasti Situs Kapal Punjulharjo merupakan aset Nasional, bukan hanya daerah, dan merupakan benda cagar budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Seperti yang dikatakan oleh peneliti dari Perancis yang ikut meneliti, Prof. Pierre Y Manguin, bahwa Situs Kapal Punjulharjo sangat spektakuler, terutuh yang pernah ada.
Perahu tersebut juga bukan karena karam atau tenggelam, melainkan ditinggalkan oleh pemiliknya begitu saja. “Mungkin karena sudah tua pada waktu itu”, jelas Manguin.
“Oleh karenanya, bangkai perahu tersebut tidak mudah hancur karena rendaman air laut seperti pada situs perahu-perahu kuno ditempat lain”, tambahnya.
Picture courtesy: arkeologijawa
Sepakat dengan Manguin adalah Siswanto, Kepala Balai Yogyakarta. Siswanto menambahkan, hasil uji sampel itu juga mengukuhkan perahu itu sebagai situs arkeologi kelautan tertua dan terutuh yang pernah ditemukan di Indonesia.
Pasalnya, situs perahu sebelumnya hanya tinggal beberapa papan dan tidak berbentuk perahu utuh seperti di Punjulharjo, Rembang ini. Pada tahun 2009 lalu, para peneliti kembali melakukan penelitian lanjutan disitus tersebut.


SITUS KAPAL REMBANG LEBIH TUA DARI BOROBUDUR
Lokasi temuan perahu kuno di desa Punjulharjo yang kemudian dinamakan Situs Punjulharjo sejak tanggal 17-25 Juni 2011 lalu, untuk kesekian kalinya telah diteliti kembali oleh tim dari Balai Arkeologi Jogyakarta yang masih melibatkan seorang arkeolog dari Perancis tersebut.

Peneliti dari Perancis, Prof. Pierre Y. Manguin (courtesy:situskapaltua.blogspot)

Penilitian difokuskan pada desain dan teknologi yang digunakan untuk membuat perahu, guna menentukan dari mana asal perahu.
Ketua Tim Peneliti Novida Abas ditemui di sela-sela kegiatan menjelaskan perahu situs Punjulharjo termasuk kuno. Dari hasil carbon dating diketahui berasal dari abad ke-7 atau 1.300 tahun yang lalu.


“Penelitian lebih fokus seputar desain grafis perahu sedetail-detailnya untuk selanjutnya akan dilakukan rekontruksi bentuk aslinya,”ujar Novida.
Sementara itu arkeolog Perancis Pierre Manguin saat ditemui menjelaskan perahu yang ditemukan identik dengan temuan perahu lain di wilayah Asia Timur dan Tenggara sehingga dinamakan  

Perahu Nusantara.

Picture courtesy: arkeologijawa
Situs Punjulharjo menurutnya spektakuler seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena perahu yang ditemukan masih cukup utuh sehingga membantu tim peneliti mengungkap daerah asal dan tujuan perahu berlayar.


“Seperti yang kami teliti beberapa temuan sebelumnya, biasanya perahu tenggelam dan menyiskan potongan papan saja. Situs Punjilharjo spektakuler karena masih utuh,” ungkapnya.
Novida sendiri menambahkan, tim peneliti yang dipimpinnya hanya melakukan uji konstruksi dan usia perahu. Sedangkan pengangkatan dan rekonstruksi akan dilakukan tim lain yang kompeten di bidangnya.
Relief kapal laut di candi Borobudur
Kepala Balar Yogyakarta, Siswanto saat dihubungi terpisah menjelaskan perahu kuno berusia jauh lebih tua dibandingkan Candi Borobudur yang dibangun pada sekitar abad ke-9 Masehi.
Beberapa bulan lalu, sampel kayu perahu yang dikirim ke Amerika untuk diteliti melalui teknologi carbon dating telah keluar. Hasilnya laboratorium menyatakan positif sampel itu berasal dari abad ke 7 Masehi atau sekitar era Mataram Hindu.
Siswanto menambahkan, hasil uji sampel itu juga mengukuhkan perahu itu sebagai situs arkeologi kelautan tertua dan terutuh yang pernah ditemukan di Indonesia.


PATUNG ETNIS CINA DAN TONGKAT KOMANDO
Penemuan kapal di Punjulharjo memiliki nilai lebih setelah ditemukannya benda-benda lain yang ada di dalam kapal kuno tersebut.


Benda-benda itu adalah sebuah tongkat yang masih baik, kepala patung batu bercorak perempuan, berbagai macam pecahan keramik dan tulang pinggul, serta tulang-tulang lain yang sudah hancur dan dikuburkan kembali di lokasi.

Artifak-Artifak dari kapal di Punjulharjo
Untuk kepala patung, Lurah Punjulharjo menyebutkan bercorak etnis China. Sedangkan tongkatnya semacam tongkat komando.
Dilihat dari benda-benda yang tidak biasa itu, dimungkinkan pemilik dari benda-benda tersebut bukanlah orang biasa, tapi semacam prajurit.


Demi keamanan agar benda-benda temuan itu tidak hilang, maka secepatnya Kades Punjulharjo menyerahkan temuan warga tersebut kepada Pemda Rembang, untuk dijadikan bukti pertama akan kebenaran penemuan situs tersebut.


SITUS KAPAL PUNJULHARJO, SATU-SATUNYA BUKTI INDONESIA NEGARA MARITIM
 
 Penemuan kapal yang diperkirakan peninggalan abad 7-8 masehi menurut Prof. PY Manguin seorang ahli kapal dunia dari Perancis merupakan satu-satunya bukti sejarah yang ada bahwa Indonesia adalah Negara Maritim.


Menurut Siswanto salah seorang peneliti, penelitian hingga tanggal 25 Juni 2009, diharapkan bisa merekonstruksi ulang teknik pembuatan perahu Situs Kapal Punjulharjo yang sambungan antar kayunya hanya direkatkan dengan tali ijuk.
Bisa dikatakan bahwa komponen dan konstruksi pada bagian dalam kapal berteknologi rumit. Dan teknologinya berciri khas Asia Tenggara namun tampak nyaris sempurna di situs ini.


Kapal Borobudur, Samudera Raksa sedang berlayar di Tanjung Priok, Jakarta (2003). dalam Ekspedisi Cinnamon. Dari Jawa hingga ke Accra, Ghana di pantai barat benua Afrika, membuktikan bahwa hal tersebut memang terjadi bagi kapal tradisional dengan cadik ganda persis seperti awal abad 8 Masehi yang tergambar pada relief di Candi Borobudur. Namun sebelumya terlebih dahulu akan berlayar ke Tanjung Harapan (Cape of Good Hope) di Afrika Selatan kemudian barulah ke Accra di Afrika Barat. Beberapa saintis percaya kapal ini dibuat oleh orang Indo-Melayu kuno.
Perahu ini adalah perahu berciri-khas Nusantara dan dari besarnya, perahu ini berbobot sekitar 60 ton serta dapat diawaki oleh 12-24 orang awak kapal.


Perahu ini terdiri dari beberapa komponen kayu yang terdiri dari kayu papan untuk dinding dan lunas perahu, pasak, lalu lengkung kapal menggunakan gading gajah, tambuku, tali ijuk dan stringer.


Uji laboratorium menunjukkan sample jenis kayu yang digunakan untuk membuat perahu kuno ini juga ada beberapa macam, diantaranya kayu Nyatok berupa papan untuk lambung perahu, kayu Putih untuk pasak, dan kayu Kuling untuk stringer.
Kayu-kayu tersebut banyak berada di wilayah Asia Tenggara khususnya di pulau Sumatera dan di pulau Kalimantan.


KAPAL AKAN DIAWETKAN
 
Kapal kuno di situs Desa Punjulharjo, Kecamatan Kota Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, akan segera direndam dengan cairan kimia jenis polietilen glikol (PEG) untuk mengawetkan.
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Kabupaten Rembang Edi Winarno mengatakan perendaman situs produk abad ke-7 Masehi tersebut dilakukan dengan cairan kimia jenis PEG 40. Waktu yang diubutuhkan  untuk itu selama satu hingga dua tahun.


“Kapal kuno tersebut akan ditempatkan dalam ‘cangkang’ (sejenis bejana besar) dan direndam dalam 72.000 liter cairan PEG 40. Perendaman ini untuk mengeluarkan kadar air dari dalam kayu kapal,” katanya.
Dia menyebutkan cairan PEG 40 sebanyak 72.000 liter tersebut senilai Rp. 2,3 miliar. Setelah perendaman pertama selesai dilakukan, maka kapal akan diangkat dan direndam kembali dalam cairan kimia jenis polietilen glikol (PEG) 4000.
Picture courtesy: arkeologijawa


“Kali ini, perendaman dimaksudkan untuk mengisi pori-pori dalam kayu kapal kuno tersebut. Waktu perendaman sama, yakni antara satu hingga dua tahun,” kata dia.
Perendaman kapal kuno dengan cairan kimia, kata Edi, merupakan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Benda Cagar Budaya Bawah Air dan Peninggalan Kolonial Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Konservasi Borobudur Magelang, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, dan Balai Arkeologi Yogyakarta untuk mengawetkan situs kapal kuno tersebut.


“Baik pada perendaman pertama dan kedua, cairan PEG yang diperlukan masing-masing sebanyak 72.000 liter atau senilai dua kali Rp2,3 miliar,” kata dia.


Menurut Edi, berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Benda Cagar Budaya Bawah Air dan Peninggalan Kolonial Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, pengawetan kapal kuno menggunakan cairan kimia jenis PEG lebih efektif dibandingkan menggunakan cara lain.
 

“Pengawetan dengan cairan kimia jenis PEG cukup dengan dua kali perendaman itu. Sementara, pengawetan dengan penyemprotan alkohol atau perlakuan temperatur dinilai terlalu mahal.”


“Penyemprotan dengan alkohol misalnya, harus dilakukan secara terus menerus atau secara reguler sepanjang masa,” kata dia.
Ia mengatakan, karena pengawetan kapal kuno memerlukan waktu hingga empat tahun, maka pembangunan museum bahari terpadu di kawasan situs kapal kuno Punjulharjo baru akan bisa diselesaikan paling cepat 2017.


“Kami berharap, selama masa perendaman dan pembangunan museum, para arkeolog dan antropolog bisa mendampingi pelaksana pembangunan. Ini penting untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam pembangunan museum tersebut,” katanya.
Dia mengungkapkan, pengawetan (perendaman kapal kuno dengan cairan kimia jenis PEG) akan dilakukan pada awal 2012.
Picture courtesy: arkeologijawa


“Karena itu, saat ini, kami masih fokus menjaga kelembaban situs kapal kuno dengan merendamnya dalam air dan menutupnya dengan kain. Ini untuk melindungi sementara situs dari kerusakan. Sebab, jika kering, situs kapal akan mudah rusak,” kata dia.
Dia menambahkan, sembari pengawetan dilakukan, Pemerintah direncakan mulai membangun museum bahari terpadu berskala nasional itu pada akhir 2012. (antara)


PERAHU JANGAN DIPINDAH
 
Balai Arkeologi Yogyakarta juga meminta agar perahu kuno yang ditemukan di Desa Punjulharjo, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tidak dipindahkan. Pemindahan perahu itu dapat menghilangkan nilai historis perahu dan lokasi temuan.
Hal itu dikemukakan Kepala Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta Siswanto ketika berkunjung di situs Patiayam, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Februari 2012.


Salah satu artefak: Fragmen Arca / Kepala Patung Batu, yang ditemukan di peranu kuno Punjulharjo.
 Menurut Siswanto, berdasarkan hasil uji sejumlah sampel perahu, kayu dan tali ijuk, di Amerika Serikat, perahu Punjulharjo berasal dari abad VII. Lokasi temuan berada di tambak yang dahulu diduga pantai.


“Perahu itu termasuk benda cagar budaya bergerak. Namun kami merekomendasikan jangan sampai perahu itu dipindah untuk mempertahankan kesejarahannya,” kata dia.
menambahkan, Balar mengusulkan agar perahu diawetkan di lokasi. Setelah itu, posisi perahu bisa ditata di dalam air atau diangkat ke permukaan air dengan syarat tidak boleh jauh dari lokasi temuan.


Perahu kuno itu ditemukan sejumlah warga Desa Punjulharjo akhir Agustus 2008. Perahu kuno yang kurang lebih masih utuh sekitar 70 persen itu memiliki panjang sekitar 17 meter dan lebar lima meter.
Di dalam perahu itu ditemukan kepala arca wanita berparas etnis Tionghoa yang terbuat dari batu, patahan tongkat kayu sepanjang sekitar 40 sentimeter, tulang manusia, dan sejumlah peralatan dapur. Saat ini, benda-benda itu diamankan Pemkab Rembang. (Kompas)


 
Posted by Rizmaya Ulimaz on 19.29 with 1 comment


Meskipun demikian, kota-kota pantai di Pantai Utara Jawa dari beberapa sumber baik di dalam maupun dari luar telah di sebutkan eksistensinya. Antonia Pigafetta, seorang pelaut dari Italia, yang pernah mengadakan perjalanan ke beberapa tempat di Indonesia, Dalam cacatan perjalanannya pada tanggal 26 Januari sampai 11 Pebruari telah menyebutkan beberapa nama kota di wilayah itu. Olehnya di dengar kabar, bahwa kota-kota penting yang terdapat dalam ilmu bumi, yaitu Majapahit, Mentraman, Djapara, Sedayu, Gersik, Surabaya, dan Bali.25


Nama Rembang bersama-sama dengan kota-kota pantai lainnya di Jawa juga muncul dalamsumber tertulis yang berasal dari Tome Pires. Disebutkan oleh Tome Pires, (1512-1515) antara lain : Now comesjava and we mustspeak of the King within the hinterland. The land of Cherimon (Cherobaan), the land Jayapura, the land of Losari (Locari), the land of Tegal (Tegeguall), the land of Semarang (Camaram), the land of Demak (Demma), Tidunan (Tudumar), the land of Japara, the land of Rembang (Remee), the land of Tuban (Toban), the land of Sidayu (Cedayo), the land of Gresee (Agacij), the land of Surabaya (Curubaya), the land of Gamta, the land of Blambangan, the land of Pajarakan (Pajarucam), the land of Camta, the land of Panaruakan (Panarunca), the land of Chamdy, and when is ended we will speak of the great island of Madura.


Sumber lain tentang Rembang di peroleh dari sebuah manuskrip/tulisan tidak di terbitkan oleh Mbah Guru. 27 Di sebutkan antara lain :”….kira-kira tahun Syaka 1336, ada orang Campa Banjarmlati berjumlah delapan keluarga yang pandai membuat gula tebu ketika ada di negaranya……”. Orang-orang tadi pindah untuk membuat gula merah yang tidak dapat di patahkan itu, berangkatnya melalui lautan menuju arah barat hingga mendarat di sekitar sungai yang pinggir dan kanan kirinya tumbuh tak teratur pohon bakau. Kepindahannya itu di pimpin oleh kakek Pow Ie Din ; setelah mendarat kemudian mengadakan doa dan semedi, kemudian di mulai menebang pohon bakau tadi yang kemudian di teruskan oleh orang-orang lainnya. Tanah lapang itu kemudian dibuat tegalan dan pekarangan serta perumahan yang selanjutnya menjadi perkampungan itu dinamakan kampung : KABONGAN, mengambil kata dari sebutan pohon bakau, menjadi Ka-bonga-an (Kabongan). 


Pada suatu hari saat fajar menyising di bulan Waisaka, orang-orang akan memulai ngrembang (mbabat, Ind : memangkas) tebu. Sebelum di mulai mbabat di adakan upacara suci Sembahyang dan semedi di tempat tebu serumpun yang akan di kepras/ di pangkas dua pohon, untuk tebu “Penganten”. Upacara pengeprasan itu dinamakan “ngRembang sakawit”…begitu tadi asal mulainya kata : “ngRembang”, sampai di jadikan nama Kota Rembang hingga saat ini.., Menurut Mbah Guru , upacara ngRembang sakawit ini di laksanakan pada hari Rabu Legi, saat dinyanyikan Kidung, Minggu Kasadha, Bulan Waisaka, Tahun Saka 1337 dengan Candra Sengkala : Sabda Tiga Wedha Isyara.
Posted by Rizmaya Ulimaz on 19.25 with No comments



Suwito (17), warga Desa Kajar, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tidak pernah tahu secara detail kisah sejarah peninggalan Kerajaan Majapahit di Gunung Kajar, Pegunungan Lasem. Paling-paling siswa sebuah sekolah negeri di Lasem itu sebatas tahu nama dan letak lokasi peninggalan-peninggalan.

 
”Bapak dan Ibu tidak pernah cerita. Dahulu Kakek pernah cerita waktu saya masih kecil, tetapi sekarang sudah lupa. Di sekolah pun, sejarah lokal kurang mendapat perhatian,” kata Suwito yang turut menyaksikan kegiatan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kabupaten Rembang menyusuri jejak-jejak Majapahit di Desa Kajar, Sabtu (15/8).

 
Desa Kajar terletak di lereng Gunung Kajar, salah satu bagian dari Pegunungan Lasem. Dari kota tua Lasem atau jalan pantai utara Lasem, desa dengan sumber air yang melimpah itu berjarak sekitar 7 kilometer ke arah selatan.

 
Desa Kajar mempunyai empat peninggalan Kerajaan Majapahit. Peninggalan itu berupa batu tapak kaki Raja Majapahit yang dikenal dengan watu tapak, goa tinatah, kursi kajar, dan lingga kajar. Peninggalan itu tidak mengumpul di satu tempat, tetapi tersebar di sejumlah titik Gunung Kajar.

 
Kisah di balik peninggalan itu tidak terlepas dari sejarah Kadipaten Lasem pada masa Kerajaan Majapahit. Berdasarkan laporan ”Rekonstruksi Sejarah Kadipaten Lasem” garapan MSI Kabupaten Rembang, Kadipaten Lasem muncul setelah Tribuwana Wijayatunggadewi membentuk Dewan Pertimbangan Agung atau Bathara Sapta Prabu pada 1351.

 
Salah satu anggota Dewan Pertimbangan Agung adalah Dyah Duhitendu Dewi, adik kandung Hayam Wuruk. Setelah menikah dengan anggota Dewan Pertimbangan Agung yang lain, Rajasawardana, Dewi Indu tinggal dan menjadi penguasa di Lasem dengan gelar Putri Indu Dewi Purnamawulan, yang kemudian dikenal sebagai Bhre Lasem.

 
Dalam Nagarakertagama dan Tafsir Sejarahnya karya Slamet Mulyana, kisah Dewi Indu dan Rajasawardana tercatat di terjemahan Negarakertagama Pupuh V dan VI. Dalam Pupuh V Ayat 1 disebutkan, ”Adinda Baginda raja di Wilwatikta: Puteri jelita, bersemayam di Lasem Puteri jelita Daha, cantik ternama Indudewi Puteri Wijayarajasa”.

 
Begitu pula dalam Pupuh VI Ayat 1, ”Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana Laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun Bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya Raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala”.

 
Dalam pupuh yang sama pada Ayat 3 disebutkan, ”Bhre Lasem Menurunkan puteri jelita Nagarawardani Bersemayam sebagai permaisuri pangeran di Wirabumi Rani Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardana Bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra”.

 
Kawruh ajaran
Sejarawan Lasem, Slamet Widjaya, mengatakan, Lasem, khususnya Desa Kajar, merupakan salah satu daerah terpenting Kerajaan Majapahit. Desa Kajar merupakan tempat memberikan pengetahuan serta ajaran agama dan moral kepada para pejabat, panglima, dan prajurit Kerajaan Majapahit.

 
”Kajar merupakan kependekan dari ’ka’ yang berarti kaweruh (pengetahuan) dan ’jar’ yang berarti ajaran,” kata Slamet.

 
Menurut dia, bukan hal yang mengherankan jika pada 1354 Hayam Wuruk berkunjung ke Lasem dan Desa Kajar. Untuk mengenang kunjungan itu sekaligus sebagai prasasti tanda daerah kekuasaan Majapahit, Bhre Lasem membuat ukiran telapak kaki Hayam Wuruk di sebuah batu andesit di lereng Gunung Kajar.

 
Hingga kini, ukiran telapak kaki itu masih ada dan warga Desa Kajar meyakini ukiran itu sebagai bekas telapak kaki Hayam Wuruk. Warga kerap menyebut batu telapak kaki itu sebagai watu tapak.

 
Peninggalan-peninggalan lain Majapahit, seperti goa tinatah, kursi kajar, dan lingga kajar, juga menunjukkan peran penting Desa Kajar selama Majapahit berkuasa. Goa tinatah merupakan dua goa yang terletak di Gunung Kajar.

 
Goa pertama merupakan tempat menyepi pejabat atau panglima Majapahit. Goa itu hanya muat untuk satu orang. Goa kedua merupakan tempat para prajurit yang dibawa pejabat atau panglima Majapahit itu berjaga-jaga. Goa kedua itu dapat memuat sekitar 15 orang.

 
Setelah menyepi selama beberapa waktu di goa tinatah, pejabat atau panglima Majapahit itu disucikan dengan air Kajar. Dia duduk di sebongkah batu yang mirip kursi. Warga kerap menyebut kursi itu sebagai kursi kajar.

 
Selain itu, untuk menghargai Desa Kajar sebagai tempat yang membawa kesuburan bagi daerah lain karena banyak sumber mata air, Bhre Lasem membuat lingga berhuruf palawa di dekat lingga pada zaman batu dan salah satu mata air Kajar.

 
”Lantaran tidak terawat, huruf palawa di lingga itu sulit dibaca lagi. Begitu pula peninggalan-peninggalan Majapahit lain, misalnya kajar kursi, juga tidak terperhatikan. Batu itu tidak lagi menyerupai kursi karena telah hancur sebagian,” kata Ketua Umum MSI Kabupaten Rembang Edi Winarno.

 
Pelestarian sejarah
Untuk melestarikan situs Majapahit di Desa Kajar, Lasem, MSI berupaya mengajak warga sekitar dan guru turut menjaga situs sesuai dengan peran mereka masing-masing. Sebagai langkah awal, MSI menapak tilas peninggalan-peninggalan itu bersama 100 guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Sejarah di Rembang. ”Kami berupaya memperkenalkan studi sejarah lokal berbasis realitas kepada para guru. Harapannya, mereka dapat menerapkan metode itu kepada murid-muridnya,” kata Edi.

 
Selain itu, lanjutnya, MSI berupaya mendokumentasikan situs sejarah Majapahit tersebut. Dokumentasi itu merupakan salah satu materi rekomendasi MSI kepada Pemerintah Kabupaten Rembang.

 
MSI berharap Pemkab Rembang menjadikan situs Majapahit di Lasem sebagai laboratorium sejarah. Situs itu dapat pula menjadi tempat wisata penyusuran jejak-jejak peninggalan Majapahit di Lasem.

 
”Selama ini, tidak banyak masyarakat yang tahu bahwa di Lasem ada peninggalan Majapahit. Pemkab pun selama ini kurang memedulikan aset sejarah dan wisata itu sehingga benda-benda di situs itu banyak yang tidak terawat,” ujarnya. (HEN)

 
Posted by Rizmaya Ulimaz on 19.16 with No comments

Tanggal 21 April dalam kalender kebangsaan kita dinobatkan sebagai Hari Kartini. Hari yang mengingatkan kita ihwal pentingnya emansipasi perempuan dari sistem yang menindas dan diskriminatif. Kartini melalui surat-surat yang dihimpun Abendanon yang saat itu menjabat menteri kebudayaan, agama, dan kerajinan Hindia Belanda yang berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) menyuarakan pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan agar dapat keluar dari sekapan keterpurukan itu. Pendidikan sebagai pintu masuk untuk menanamkan kesadaran eksistensial tentang manusia dan kemanusiaan tanpa disekat alasan perbedaan jenis kelamin.
 
Nubuat pembebasan yang dijangkarkannya pada haluan religieusiteit, wijsheid, en schoonheid (keilahian, kesantunan, dan keindahan). Selain berpijak pada spirit humanitarianisme (kemanusiaan) dan cinta Tanah Air (nasionalisme) seperti tampak dalam zelf-ontwikkeling, zelf-onderricht, zelf-vertrouwen, zelf-werkzaamheid, dan solidariteit. Tentu saja risalah mulia seperti ini bukan hanya penting, melainkan juga akan terus memiliki relevansi dan tingkat aktualisasi yang tinggi justru ketika perempuan masih belum menemukan citra dirinya secara ontologis sebagaimana yang difantasikan Raden Ajeng Kartini. Seperti yang dicita-citakan Kartini.
 
Peringatan Hari Kartini dalam konteks ini pada hakikatnya bukan sekadar mengingat masa silam tentang kiprah dan perhatian R.A. Kartini terhadap dunia perempuan. Apalagi sekadar atraksi kegenitan menyelenggarakan festival kebaya dan konde khas ideologi “perempuan darma wanita”. Lebih jauh dari itu, ialah bagaimana spirit Kartini itu terinternalisasikan dan pesan substantifnya mengorbitkan kesadaran baru bagi terwujudnya tata dunia yang egalitarian dan lebih melihat manusia bukan dari sisi gender dan hal ihwal artifisial lainnya.
 
Namun, kepada karya nyata, keluhuran akal budi, dan keelokan pekerti, baik posisi mereka sebagai ibu rumah tangga, guru, dosen, perawat, pekerja sosial, politikus, dokter, maupun posisi lainnya. Konteks Sekarang Harus diakui sebelum pesan-pesan Kartini itu dengan tuntas dapat kita wujudkan dalam atmosfer kehidupan sehari-hari, tiba-tiba hari ini kita dihadapkan pada fenomena dahsyat globalisasi yang tidak kalah berat tantangannya jika dibandingkan dengan yang dialami masa Kartini.
 
Pada zaman Kartini, ketertindasan itu lebih nyata dan tampak dalam bentuk kolonialisasi fisik seperti yang diperagakan kaum penjajah atau menak pribumi yang berpandangan feodal, sedangkan sekarang ini penjajahan itu bergerak di wilayah simbolis atau dalam telaah Majid Tahrenian disebut dengan tirani kognitif. Kolonialisasi dalam wujud kekerasan yang berkecambah di wilayah serabut saraf bawah sadar.
 
Saat ini perempuan tidak lagi berhadapan dengan sistem diskriminatif yang dikonstruksikan budaya dan kepercayaan (agama), tapi mereka mengalami serbuan globalisasi melalui “agama baru” dengan daya cengkeram yang tidak kalah mengerikan, budaya populer. Dalam budaya populer jangan bayangkan ada penawaran kedalaman, pencerahan, keinsafan, transendensi, dan humanisasi, tapi dengan rapi dan nyaris tak banyak disadari menghunjamkan luka pendangkalan, pembodohan, pelupaan, dan penistaan terhadap fungsi dan harkat kemanusiaan.
 
Tiba-tiba konsep diri perempuan pun lebih didefinisikan sebatas “tubuh” dengan segala ornamennya demi mengejar identitas cantik. Cantik yang sebelumnya telah dirumuskan iklan melalui media televisi, internet, majalah, media sosial, dan koran. Lipstik interaksi simbolisnya bukan sekadar bertemali dengan zat pewarna bibir, melainkan lebih sebagai “ideologi sensualitas” untuk mengejar pasar agar masuk kategori seksi, menarik, dan memiliki daya pikat seperti yang diperagakan idolanya itu. Tubuh material yang telah kehilangan daya spiritual.
 
Tubuh yang telah tersungkur dalam daulat iklan yang dengan intens mengabarkan payudara ideal, pinggang ramping, dan lengkung alis mata. Lengkap dengan petunjuk alat-alat kebugaran dan alamat senam yang mesti didatangi. Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan sosiolog muslim terkemuka Akbar S. Ahmad bahwa musuh umat Islam itu bukan tubuh Yesus yang sedang disalib sebagai penebus dosa manusia, melainkan tubuh “Madonna” yang memancarkan pesona sihir sensualitas dan dapat menghipnosis sekian juta hasrat perempuan dan laki-laki.
 
Musuh bersama itu ialah “tubuh politik” yang menawarkan daya “pornografi” berupa politik transaksional, dagang sapi, korupsi, dan banal. Tubuh politik yang hanya berbicara kalah-menang, bukan benar dan salah. Tubuh politik pornografi seperti itu ternyata selalu gentayangan dari satu pemilu ke pemilu yang lain. Tiba-tiba suara rakyat berubah menjadi angka dan angka di tangan para pialang politik didagangkan di pasar koalisi dengan harga sesuai dengan nafsu kuasa mereka. Suara rakyat sebagai epifani suara Tuhan mungkin hanya tinggal gema. Selesai pemilu, rakyat dan Tuhan menyingkir ke luar gelanggang kebangsaan dan yang tersisa ialah absurditas atraksi kerumunan politikus.
 
The Feminine Mystique Inilah sebuah fenomena yang disebut Betty Friedan sebagai “mistik perempuan” dalam kitabnya yang laris, The Feminine Mystique. Perempuan sebagai misteri mistis itu telah kehilangan auranya karena seperti dalam elaborasi Idi Subandy Ibrahim (2007), urusan kecantikan dan pemeliharaan tubuh telah menggeser akal budi. Telah menjadi industri. Sementara itu, kecantikan telah menjadi bagian dari konstruksi pasar dan komoditas menjanjikan. Tentu saja dalam konteks “mistik keperempuanan” tidak ada lagi jelajah mencari kebenaran.
 
Kebenaran bukan lagi diacukan kepada nalar (Descartes), roh absolut (Hegel), kebersamaan (Gabriel Marcel), ada (Haidegger), cinta kasih (Levinas), apalagi agama dan kearifan tradisional yang sejak awal telah dianggapnya sebagai sesuatu yang kuno, melainkan justru kepada “tubuh”. Tubuh menyeruak menjadi kiblat dari seluruh sejarah kita. "Tubuh muncul sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk menjual komoditas dan jasa sekaligus sebagai objek yang dengan sendirinya dikonsumsi. Agar bisa digunakan sebagai objek untuk menjual pelbagai hal, tubuh harus “direka ulang” oleh “pemiliknya" dan dilihat secara narsisme, seperti tafsir Jean Baudrillard dalam The Consumer Society: Myths and Structures (I Subandy Ibrahim, 2007).
 
Alhasil, 21 April di awal abad ke-21 tentu bukan sekadar penanda dari sebuah kehendak membebaskan perempuan yang disimpulkan Kartini, melainkan juga iktikad untuk tidak pernah lelah mempertanyakan adakah suara Kartini itu saat ini hanya menjadi gema seperti dengan bagus dan cukup menggelitik ditulis penyair Joko Pinurbo pada 1997 tentang Kartini dalam Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem: 'Raden Ajeng Kartini terbatuk-batuk/di bawah cahaya lampu remang-remang/Demam mulai merambat ke leher/encok menyayat-nyayat punggung dan pinggang/Dan angin pantai Jepara yang kering/berjingkat pelan di alis yang tenang/di pelupuknya anak-anak kesunyian ingin lelap berbaring, ingin teduh dan tenteram/"Terimalah salam damaiku/lewat angin laut yang kencang, dinda/Resah tengah kucoba/ Sepi kuasah dengan pena.../Di telapak tangannya perahu-perahu dilayarkan/ke daratan-daratan hijau, negeri-negeri jauh/tak terjangkau "Badai, dinda, badai menyerbu ke atas ranjang/Kaudengarkah kini biduk mimpiku/sebentar lagi karam di laut Rembang?"/Raden Ajeng Kartini terkantuk-kantuk/di bawah cahaya lampu remang-remang/Demam membara, encok meruyak pula/ Dan sepasang alap-alap melesat/dari ujung pena yang luka'.

Posted by Rizmaya Ulimaz on 19.09 with No comments



164613_536402579744748_552724955_a.jpg
 

Sejarah diperingatinya Hari Kartini pada tanggal 21 April adalah setelah ditetapkan oleh Presiden Soekarno dengan surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964 tertanggal 2 Mei 1964 dimana Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan sekaligus menetapkan hari lahirnya yaitu tanggal 21 April diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Pemilik nama lengkap Raden Adjeng Kartini ini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Sosroningrat bupati Jepara kala itu. Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya, R.M.A.A Sosroningrat mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Ibunya bernama M.A. 

Ngasirah putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono seorang guru agama di Teluwakur, Jepara. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara baik saudara kandung dan maupun saudara tiri. 

Dari kesemua saudara kandung Kartini merupakan anak perempuan tertua. Kartini mempunyai silsilah keturunan keluarga yang cerdas dimana kakeknya yaitu Pangeran Ario Tjondronegoro IV diangkat menjadi bupati pada usia 25 tahun. Sedangan Kartini mempunyai kakak yang bernama Sosrokartono beliau adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School) sampai usia 12 tahun dan salah satu mata pelajarannya adalah bahasa Belanda. Ia mulai belajar menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda, diantaranya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya melalui buku-buku, koran, dan majalah Eropa. Kartini sangat tertarik pada kemajuan berpikir perempuan-perempuan di Eropa hingga timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi yang pada saat itu berada pada status sosial yang rendah. Surat-
surat Kartini sebagai hasil korespondennya dengan beberapa rekan sahabatnya di Eropa.
 

Kemudian dijadikan sebuah buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Kartini menikah dengan bupati Rembang Raden Adipati Joyodiningrat pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini oleh karenanya ia diberi kebebasan dan didukung untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang yang kini digunakan sebagai Gedung.
 

Pramuka. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari setelah melahirkan, tepatnya tanggal 17 September 1904 Kartini menghembuskan nafas terakhirnya di usia yang masih terbilang muda yaitu pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang, Jawa Tengah.Raden-Ajeng-Kartini.jpg


HABIS GELAP TERBITLAH TERANG


Habis Gelap Terbitlah
Terang adalah buku
kumpulan surat yang ditulis
oleh Kartini. Kumpulan surat
tersebut dibukukan oleh J.H.
Abendanon dengan judul Door Duisternis Tot Licht.
Setelah Kartini wafat, Mr.
J.H. Abendanon
mengumpulkan dan
membukukan surat-surat
yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-
temannya di Eropa.
Buku Habis Gelap Terbitlah
Terang diterbitkan kembali
dalam format yang berbeda
dengan buku-buku terjemahan dari Door
Duisternis Tot Licht. Buku
terjemahan Armijn Pane ini
dicetak sebanyak sebelas
kali. Selain itu, surat-surat
Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam
bahasa Jawa dan bahasa
Sunda. Armijn Pane
menyajikan surat-surat
Kartini dalam format
berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia membagi
kumpulan surat-surat
tersebut ke dalam lima bab
pembahasan. Pembagian
tersebut ia lakukan untuk
menunjukkan adanya tahapan atau perubahan
sikap dan pemikiran Kartini
selama berkorespondensi.
Pada buku versi baru
tersebut, Armijn Pane juga
menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87
surat Kartini dalam “Habis
Gelap Terbitlah Terang”.
Penyebab tidak dimuatnya
keseluruhan surat yang ada
dalam buku acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah
terdapat kemiripan pada
beberapa surat. Alasan lain
adalah untuk menjaga jalan
cerita agar menjadi seperti
roman. Menurut Armijn Pane, surat-surat Kartini
dapat dibaca sebagai
sebuah roman kehidupan
perempuan. Ini pula yang
menjadi salah satu
penjelasan mengapa surat- surat tersebut ia bagi ke
dalam lima bab pembahasan


Dan ini adalah beberapa isi Surat kartini yang berhasil ditemukan dalam sejarah kartini : “Menyandarkan diri kepada manusia, samalah halnya dengan mengikatkan diri kepada manusia. Jalan kepada Allah hanyalah satu. Siapa sesungguhnya yang mengabdi kepada Allah, tidak terikat kepada seorang manusia pun ia sebenar-benarnya bebas.”
 

[Surat Kartini kepada Ny. Ovink, Oktober 1900] “Supaya Nyonya jangan ragu-ragu, marilah saya katakan ini saja dahulu: Yakinlah Nyonya, KAMI AKAN TETAP MEMELUK AGAMA KAMI yang sekarang ini. Serta dengan Nyonya kami berharap dengan senangnya, moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja MEMBUAT UMAT AGAMA LAIN MEMANDANG AGAMA ISLAM PATUT DISUKAI . . . ALLAHU AKBAR! Kita katakan sebagai orang Islam, dan bersama kita juga semua insan yang percaya kepada Satu Allah, Gusti Allah, Pencipta Alam Semesta” [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902] “Bagaimana pendapatmu tentang ZENDING (Diakonia), jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta-kasih, bukan dalam KRISTENISASI? Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar- besarnya . . . Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi JANGAN MENG-KRISTEN-KAN ORANG! Mungkinkah itu dilakukan?” [Surat Kartini kepada E.C. Abendanon, 31 Januari 1903] “Kesusahan kami hanya dapat kami keluhkan kepada Allah, tidak ada yang dapat membantu kami dan hanya Dia-lah yang dapat menyembuhkan…” “Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu: Hamba Allah (Abdullah).” [Surat Kartini kepada Ny. E.C. Abendanon, 1 Agustus 1903] R.A. Kartini dan Pandangannya Terhadap Emansipasi dan Barat “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, BUKAN SEKALI- SEKALI KARENA KAMI MENGINGINKAN ANAK-ANAK PEREMPUAN ITU MENJADI SAINGAN LAKI-LAKI DALAM PERJUANGAN HIDUPNYA. Tapi
karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama- tama.” [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902] “Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid- murid kami menjadi orang-orang setengah Eropa atau orang-orang Jawa Kebarat-baratan.” [Surat Kartini kepada Ny. E.E. Abendanon, 10 Juni 1902] “Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu- satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik
hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” [Surat Kartini kepada Ny. E.C. Abendanon, 27 Oktober 1902]
Posted by Rizmaya Ulimaz on 19.01 with No comments


Wana Wisata Kartini Mantingan, berada di Desa Mantingan, Kecamatan Bulu 22 km ke selatan jurusan Blora. Obyek wisata dikawasan hutan Jati yang teduh, nyaman, sejuk ini dikelola oleh Perum Perhutani.  Wana Wisata Kartini Mantingan ini dilengkapi fasillitas antara lain: areal parkir, kolam renang (anak/dewasa) water boom, ruang bilas, ruang ganti, koleksi binatang, shelter-shelter dan fasilitas olah raga (tenis lapangan). Terdapat pula bangunan serba guna  sebagai tempat menginap, untuk keperluan rapat dll.


Obyek wisata ini juga dapat digunakan untuk perkemahan, dengan berbagai fasilitas yang lengkap, didukung iklim yang sejuk, karena dikelilingi banyak tumbuhan rindang,  sehingga tercipta suasana yang nyaman. Kolam renang yang luas untuk berbagai kategori usia, sehingga dapat digunakan keluarga untuk beristirahat  sambil bersantai.
pantai7
Posted by Rizmaya Ulimaz on 18.58 with No comments

Rembang – Pantai Kartini, menjadi salah satu tempat wisata unggulan dari sekian banyak tempat wisata yang ada di Kabupaten Rembang. Sebagai tempat wisata unggulan, Pantai Kartini dikelola secara profesional oleh pemerintah kabupaten setempat di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
 


Sejak tahun 1980-an, pantai Kartini telah dikelola secara baik dan seiring berjalannya waktu, sejumlah fasilitas dan wahana bermain selalu ditambah. Dari data yang diperoleh, fasilitas yang ada di tempat wisata tersebut tergolong lengkap untuk memenuhi kebutuhan pengunjung. Seperti mainan anak-anak, kereta wisata, perahu wisata, souvenir shop, rumah makan, penginapan, tempat ibadah, dan toilet.
 


”Meskipun fasilitas sudah lengkap, tapi tidak semuanya dikelola oleh Pemerintah Kabupaten. Ada beberapa fasilitas yang dikelola swasta atau penduduk sekitar pantai,” ujar manajer Pantai Kartini Joko Wahyu, kepada koran muria.
 


Menurutnya, fasilitas yang dikelola warga sekitar adalah kereta wisata, skuter, motor kecil, penginapan, dan masjid. Kebetulan masjid milik warga tersebut berada di dalam area pantai, sehingga dapat dimanfaatkan oleh para pengunjung yang ingin menunaikan ibadah sholat.
 


”Selain masjid, juga ada musholla yang dikelola Pemda,” katanya.
Ia menuturkan, dalam pengelolaannya, pihaknya mendapatkan anggaran dari pemerintah melalui APBD. Termasuk anggaran untuk perawatan dan pengembangan. Untuk itu, pihaknya mengaku berupaya untuk menjaga dan merawat kondisi fasilitas yang ada.
 

”Anggaran dari pemerintah, sifatnya global untuk semua tempat wisata. Yang diplotkan di dinas pariwisata. Sehingga, dana yang dapat dicairkan sesuai dengan kebutuhan melalui prosedur yang telah ditetapkan,” ungkapnya.
 

Dia menambahkan, selain menjaga dan merawat kondisi fasilitas yang ada, pihaknya juga mengaku meningkatkan intensitas kebersihan lingkungan. Terlebih pada momen Rembang, yang ingin meraih penghargaan Adipura Kencana. Pihaknya berupaya, agar pantai Katini menjadi lokasi utama penilaian dan terlihat selalu bersih.
 

”Petugas keberihan kami ada sekitar 11 personil. Mereka bertugas secara bergantian. Ada beberapa lokasi yang menjadi skala prioritas untuk selalu dibersihkan, yaitu depan penarikan karcis, dan di area bermain anak-anak,” imbuhnya.
 

Sementara itu, salah satu pengunjung pantai kartini asal Rembang, Ahmad Fatoni menilai fasilitas yang ada di pantai Kartini sudah cukup lengkap. Menurutnya, kebutuhan utama pengunjung seperti tempat makan, penjual oleh-oleh, dan fasilitas seperti tempat ibadah sudah ada.
 

”Meskipun lengkap, fasilitas masih perlu ditambahi dan diperbaiki agar lebih nyaman bagi para pengunjung. Seperti toko penyedia oleh-oleh perlu ditambah,” imbuhnya.

Minnie Mouse

animasi bergerak gif


Popular Posts

Recent Posts

Pages

Recent Posts

Recent Comments

Panah


Blogger news

Lorem ipsum

Download

wdcfawqafwef

Unordered List

Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

About Me

Foto Saya
Rizmaya Ulimaz
Hello sobat , Namaku Rizmaya Ulimaz, aku biasa dipanggil Ayu tapi.. kalau disekolahku yang sekarang ini aku biasa dipanggil Maya. Aku lahir 18 Mei 1997 , ya agak tuaan dikit lah sobat. Aku duduk dikelas XII TKJ. Aku sekolah di SMK Wikrama 1 Jepara. Aku asli Rembang sobat .. tapi aku sekolah di Jepara, ya biar nambah pengalaman aja. Udah itu aja sobat sambutan dari aku.. Bye bye :)
Lihat profil lengkapku

Followers

Followers

About Me

Foto Saya
Hello sobat , Namaku Rizmaya Ulimaz, aku biasa dipanggil Ayu tapi.. kalau disekolahku yang sekarang ini aku biasa dipanggil Maya. Aku lahir 18 Mei 1997 , ya agak tuaan dikit lah sobat. Aku duduk dikelas XII TKJ. Aku sekolah di SMK Wikrama 1 Jepara. Aku asli Rembang sobat .. tapi aku sekolah di Jepara, ya biar nambah pengalaman aja. Udah itu aja sobat sambutan dari aku.. Bye bye :)

Popular Posts

Copyright © Dampo Awang Beach | Powered by Blogger
Design by Rizmaya Ulimaz | Blogger Theme by Rizmaya Ulimaz